Jakarta – Dewan Pengurus Bank Tanah Air (BI) akhirnya memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan BI Rate ke level 5,50% pada Mei 2025, pasca sebelumnya selama empat bulan berturut-turut sejak 15 Januari 2025 mempertahankan BI Rate pada level 5,75%.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, langkah hasil Rapat Dewan Pengelola (RDG) ini mempertimbangkan tekanan kenaikan harga pada 2025 lalu 2026 yang akan rendah kemudian terkendali di kisaran 2,5% plus minus 1%, dan juga untuk memacu perkembangan ekonomi.
“Keputusan ini konsisten dengan prakiraan naiknya harga tahun 2025 lalu 2026 yang rendah kemudian terkendali pada sasaran 2,5±1%, upaya mempertahankan stabilitas nilai tukar Rupiah sesuai dengan fundamentalnya, dan juga untuk turut mengupayakan pertumbuhan ekonomi,” ucap Perry ketika konferensi pers hasil RDG, Rabu (21/5/2025).
Perry pada waktu itu juga menegaskan, peningkatan sektor ekonomi Indonesia harus terus diperkuat sehingga dapat memitigasi dampak ketidakpastian global akibat kebijakan tarif resiprokal AS. Pertumbuhan perekonomian kuartal I-2025 tercatat belaka mampu mencapai 4,87% (yoy), lebih besar rendah dari kuartal IV-2024 sebesar 5,02% (yoy).
Dengan realisasi Ekonomi Nasional triwulan I 2025 dan juga mencermati dinamika perekonomian global, Bank Indonesi memprakirakan peningkatan dunia usaha Nusantara 2025 berada pada kisaran 4,6-5,4%, sedikit lebih banyak rendah dari kisaran prakiraan sebelumnya 4,7-5,5%.
“Berbagai respons kebijakan diperlukan makin diperkuat untuk mengupayakan perkembangan ekonomi, antara lain melalui penguatan permintaan domestik dan juga optimalisasi potensi peningkatan ekspor,” paparnya.
Meski perekonomian mengalami pelemahan pertumbuhan, Perry menegaskan, kurs rupiah malah cenderung menguat ke depan. Menurutnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar Negeri Paman Sam pada Mei 2025 (hingga 20 Mei 2025) menguat sebesar 1,13% (ptp) dibandingkan dengan kedudukan akhir April 2025.
“Rupiah juga cenderung menguat dibandingkan dengan kelompok mata uang negara tumbuh mitra dagang utama Nusantara lalu kelompok mata uang negara forward dalam luar dolar AS. Secara keseluruhan, pergerakan Rupiah berada di kisaran yang dimaksud sesuai dengan fundamental dunia usaha domestik pada mempertahankan stabilitas perekonomian,” paparnya.
Di sisi lain, ia melanjutkan, defisit proses berjalan atau current account deficit (CAD) yang digunakan berubah menjadi salah satu komponen neraca pembayaran Tanah Air atau NPI ia anggap masih akan terus rendah ke depannya, ditopang oleh surplus neraca perdagangan barang, khususnya nonmigas.
Pada kuartal II-2025, aliran masuk penanaman modal portofolio hingga Mei 2025 ia pastikan juga sudah pernah kembali meningkat, khususnya ke SBN juga saham, sejalan dengan meredanya ketidakpastian global juga kekal baiknya prospek perekonomian Indonesia.
Perkembangan positif ini menguatkan ketahanan eksternal setelahnya pada April 2025 pembangunan ekonomi portofolio mencatat net outflows , meskipun secara kumulatif triwulan II 2025 sampai 19 Mei 2025 masih tercatat net outflows 3,1 miliar dolar AS.
Posisi cadangan devisa pada akhir April 2025 tercatat sebesar 152,5 miliar dolar AS, setara dengan pembiayaan 6,4 bulan impor atau 6,2 bulan impor dan juga pembayaran utang luar negeri Pemerintah, dan juga berada dalam menghadapi standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
“Bank Nusantara memprakirakan NPI 2025 kekal baik ditopang defisit proses berjalan yang mana rendah pada kisaran defisit 0,5% sampai dengan 1,3% dari Pendapatan Domestik Bruto serta surplus kegiatan modal dan juga finansial yang berlanjut, pada berada dalam ketidakpastian global yang tersebut masih tinggi,” ucap Perry.
Sementara itu, tekanan kenaikan harga pada April semata-mata sebesar 1,95% secara tahunan, dengan pemuaian inti kekal terkendali pada level 2,5% secara tahuann. Inflasi kelompok volatile food (VF) tercatat sebesar 0,64% (yoy) , serta kelompok administered prices mencatat pemuaian sebesar 1,25% (yoy), setelahnya pada Maret 2025 mencatat deflasi sebesar 3,16% (yoy).
“Ke depan, Bank Indonesia meyakini pemuaian terkendali di sasaran 2,5±1% pada 2025 dan juga 2026. Inflasi inti diprakirakan terjaga seiring ekspektasi kenaikan harga yang dimaksud terjangkar pada sasaran, kapasitas dunia usaha yang memadai, imported inflation yang dimaksud terkendali, lalu dampak positif dari digitalisasi,” ungkap Perry.
Oleh sebab itu, ia menekankan, suku bunga acuan BI rate sekarang miliki ruang untuk diturunkan, ditambah dengan bervariasi bauran kebijakan moneter makroprudensial, serta sistem pembayaran untuk terus mengupayakan peningkatan kegiatan ekonomi berkelanjutan.
Adapun bauran kebijakan itu sebagai berikut:
1. Menguatkan strategi stabilisasi nilai tukar Rupiah yang tersebut sesuai dengan fundamental khususnya melalui intervensi kegiatan Non-Deliverable Forward (NDF) di pangsa luar negeri dan juga operasi spot lalu Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) di dalam lingkungan ekonomi domestik. Strategi ini disertai dengan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di dalam bursa sekunder untuk melindungi stabilitas lingkungan ekonomi keuangan dan juga kecukupan likuiditas dalam perbankan;
2. Perkuatan strategi operasi moneter pro-market untuk menguatkan efektivitas transmisi penurunan suku bunga, menjaga kecukupan likuiditas, mempercepat pendalaman lingkungan ekonomi uang lalu bursa valuta asing (valas), dan juga memacu aliran masuk modal asing, dengan:
– mengurus susunan suku bunga instrumen moneter serta swap valas untuk meningkatkan kekuatan efektivitas transmisi penurunan suku bunga dengan kekal menjaga daya tarik aliran masuk portofolio asing ke aset keuangan domestik;
– menguatkan strategi proses term-repo dan juga swap valas untuk mempertahankan kecukupan likuiditas di lingkungan ekonomi uang dan juga perbankan; dan
– menguatkan peran Primary Dealer (PD) untuk meningkatkan proses SRBI pada bursa sekunder lalu operasi repurchase agreement (repo) antarpelaku pasar;
3. Pengembangan Rasio Pendanaan Luar Negeri Bank (RPLN) dari maksimum 30% menjadi 35% dari modal bank. Menguatkan implementasi kebijakan RPLN ini ditujukan untuk meningkatkan sumber pendanaan bank dari luar negeri sesuai permintaan perekonomian dengan kekal memperhatikan prinsip kehati-hatian, melalui penerapan parameter kontrasiklikal sebagai penambah RPLN sebesar 5%. Penguasaan kebijakan RPLN dimaksud berlaku efektif sejak 1 Juni 2025, lalu akan diatur lebih banyak lanjut pada ketentuan mengenai RPLN;
4. Pelonggaran likuiditas dengan penurunan rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 100 bps dari 5% berubah jadi 4% untuk Bank Umum Konvensional (BUK), dengan fleksibilitas repo sebesar 4%, serta rasio PLM syariah sebesar 100 bps dari 3,5% berubah jadi 2,5% untuk Bank Umum Syariah/Unit Usaha Syariah (BUS/UUS), dengan fleksibilitas repo sebesar 2,5%. Penurunan ini juga ditujukan untuk memberikan fleksibilitas pengelolaan likuiditas oleh perbankan, yang mana berlaku efektif sejak 1 Juni 2025;
5. Menguatkan publikasi asesmen transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) dengan pendalaman pada suku bunga kredit berdasarkan sektor prioritas yang digunakan berubah menjadi cakupan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM);
6. Perluasan penerimaan digital melalui akselerasi persiapan implementasi QRIS Antarnegara Indonesia-Jepang serta inisiasi uji coba QRIS Antarnegara Indonesia-Tiongkok;
7. Penguasaan juga perluasan kerjasama internasional di dalam area kebanksentralan, satu di antaranya konektivitas sistem pembayaran serta proses menggunakan mata uang lokal, dan juga memfasilitasi penyelenggaraan iklan penanaman modal dan juga perdagangan di sektor prioritas bekerjasama dengan instansi terkait.
Next Article BI Rate Sudah Turun Jadi 5,75%, Airlangga Minta Bank Lakukan Hal Ini
Artikel ini disadur dari Keputusan Lengkap BI Turunkan Suku Bunga Acuan Jadi 5,50%











